Konsep Harta Dalam Islam
KONSEP HARTA DALAM ISLAM
A. Pengantar
“Ingatlah, sesungguhnya kepunyaan Allah apa yang ada di langit dan di bumi. Ingatlah, sesungguhnya janji Allah itu benar, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui(nya)”. (Q.S. Yunus:55).
Namun, kekayaan Allah itu kemudian diberikan kepada manusia selaku khalifah di permukaan bumi, dan dikelola sesuai yang dikehendakiNya dalam al-quran Al-A’raf ayat 128.
“… sesungguhnya bumi (ini) kepunyaan Allah; dipusakakan-Nya kepada siapa yang dihendaki-Nya dari hamba-hamba-Nya. Dan kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa". (Q.S. Al-A’raf: 128).
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kepemilikan harta pada manusia hanyalah sebagai pemilik barang titipan, yang diberikan kewenangan untuk mengambil manfaat secara penuh.
B. Pengertian Harta
Literatur fiqh menggunakan istilah al-mal yang bentuk jama’nya al-amwal terhadap istilah harta. Kata al-mal sendiri menurut bahasa senang condong atau berpaling dari satu posisi kepada posisi yang lain. al-amwal yang berarti segala sesuatu yang dimiliki.
Para ulama (imam mazhab) memberi makna teknis terhadap harta (al-mal), sebagaimana berikut ini.
- Hanafi
- Jumhur ulama (Maliki, Syafi’i dan Hanbali)
Harta yaitu segala Sesutu yang digandrungi manusia dan dapat dihadirkan ketika dibutuhkan
Harta yaitu Sesuatu yang naluri manusia cenderung kepadanya dan dapat diserahterimakan dan orang lain terhalang mempergunakannya
Mengutip Hasbi Ash-Shiddieqy, Hendi Suhendi memberikan penjelasan yang lebih rinci terhadap konsep harta, yang diuraikan dalam beberapa ciri yang terdapat pada harta, yaitu:
- Nama selain manusia, yang diciptakan Allah untuk mencukupi kebutuhan hidup manusia, dapat dipelihara pada suatu tempat dan dikelola dengan jalan ikhtiar;
- Sesuatu yang dapat dimiliki oleh setiap manusia, baik oleh seluruh manusia maupun oleh sebagian manusia;
- Sesuatu yang sah untuk diperjual belikan;
- Sesuatu yang dapat dimilki dan mempunyai nilai (harga) seperti sebiji beras dapat dimiliki manusia, dapat diambil kegunaannya, dan dapat disimpan, tapi sebiji beras dinilai ‘uruf tidak berniali, maka sebiji beras tidak termasuk harta;
- Sesuatu yang berwujud, maka sesuatu yang tidak berwujud sekalipun dapat diambil manfaat tidak termasuk harta;
- Sesuatu yang dapat disimpan dalam waktu yang lama atau sebentar dan dapat diambil manfaatnya ketika dibutuhkan
Berdasarkan ciri-ciri tersebut, dapat dipahami bahwa harta mempunyai dua unsure;
- ainiyah, yaitu harta itu ada wujudnya dalam kenyataan (a’yan)
- urufiah, yaitu segala sesuatu yang dipandang harta oleh seluruh manusia atau sebagian manusia
C. Dasar Hukum Harta
- harta merupakan cobaan Allah kepada manusia dalam menjalan kehidupan yang fana ini.
- harta sebagai kebutuhan hidup manusia sehari-hari.
- harta dipergunakan untuk kehidupan bermasyarakat, agar tata kehidupan bersama dapat diperoleh dengan baik.
“Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar”. (QS. Al-Baqarah:155)
“Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum Sempurna akalnya[orang yang belum Sempurna akalnya ialah anak yatim yang belum balig atau orang dewasa yang tidak dapat mengatur harta bendanya], harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan Pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik”. (QS. An-Nisa:5)
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, Kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. mereka Itulah orang-orang yang benar”. (QS. Al-Hujurat:15)
D. Macam-Macam Harta.
harta dapat dikelompokkan kepada tujuh katagori, yaitu:
- berdasarkan kebolehan memanfaatnya
- mutaqawwim (halal untuk dimanfaatkan)
- ghairu mutaqawwim (tidak halal untuk dimanfaatkan)
- berdasarkan jenisnya
- bergerak (manqul)
- tidak bergerak (ghaira manqul)
- berdasarkan segi pemanfaatannya
- isti’mali (pemanfaatannya tidak menghabiskan harta tersebut)
- istihlaki ( pemanfaatannya menghabiskan harta tersebut)
- Berdasarkan ada atau tidaknya harta sejenis di pasaran
- misli (harta yang ada jenisnya di pasaran, yaitu harta yang ditimbang atau ditakaran, seperti gandum dan lain sebagainya.
- Qimi (harta yang tidak ada jenis satuannya di pasaran atau ada jenis tetapi pada setiap satuannya berbeda dalam kualitasnya, seperti pepohonan.
- berdasarkan status harta al-mal al-mamluk yaitu harta milik pribadi dan harta milik bersama
- Mal al-Mubah yaitu harta yang tidak dimiliki seseorang, seperti air di sumbernya, hewan buruan, kayu dihutan belantara yang belum dijamah dan dimiliki orang, atau ikan di laut lepas.
- Mal al-Mahjur yaitu harta yang dilarang syarak untuk dimilikinya, baik karena harta itu dijadikan harta wakaf maupun diperuntukkan bagi kepentingan umum
- berdasarkan segi berkembang atau tidaknya harta itu
- al-Asl diartikan dengan harta yang menghasilkan, seperti rumah, tanah, pepohonan dan hewan.
- alSamr (buah atau hasil) dimaknakan dengan buah yang dihasilkan dari suatu harta, seperti sewa rumah, buah-buahan dari pepohonan dan susu kambing atau sapi.
- berdasakkan pemiliknya
- milik pribadi yang bebas dimanfaatkan oleh pemiliknya selama tidak membahayakan orang lain.
- milik masyarakat umum yang diperuntukkan bagi umum.
E. Kedudukan Harta Dan Anjuran Untuk Berusaha Dan Memilikinya.
Sesungguhnya kaidah pertama dalam membangun ekonomi Islam adalah menghargai nilai harta benda dan peranannya dalam kehidupan manusia.
- Harta sebagai pilar penegak kehidupan.
- Di dalam beberapa ayat Al Qur’an harta disebut dengan kata, “Khairan” yang berarti suatu kebaikan
- Kekayaan merupakan nikmat Allah yang diberikan kepada para Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman dan bertaqwa dari hamba-hambaNya
- harta kekayaan merupakan cobaan atau ujian hidup. Dan sekaligus harta dapat membawa musibah bagi orang yang berpaling dari-Nya dan kufur terhadap nikmatnya
- Harta sebagai perhiasan dunia
- Harta Sebagai Amanat (fitnah)
“Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok (penegak) kehidupan”. (An-Nisa: 5)
“Dan sesunggahnya manusia itu sangat bakhil karena cintanya kepada kebaikan (harta)”. (Al Adiyaat: 8)
“Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan”. (Adh-Dhuha: 8)
“Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezekinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap penjuru, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat Allah; karena itu Allah menimpakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat”. (An-Nahl: 112)
Nabi SAW menentukan pandangannya terhadap harta dengan sabdanya yang ringkas: ”Sebaik-baik harta adalah harta yang diberikan (yang dimiliki) oleh hamba yang shalih!” (HR. Ahmad).
“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalanamalan yang kekal lagi shaleh adalah baik pahalanya di sisi tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.” (QS. Al Kahfi : 46)
“Dan ketahuilah bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan, dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar”. (QS Al Anfal : 28)
F. Fungsi Harta
Adapun fungsi harta bagi kehidupan manusia sangatlah banyak adanya. fungsi harta yang akan dikemukakan terkait dengan aturan syara’, antara lain untuk:
- Kesempurnaan ibadah. Sebab dalam beribadah dibutuhkan alat-alat, seperti shalat memerlukan kain untuk menutup aurat, serta bekal untuk ibadah haji, zakat sedekah dan sebagainya.
- Memelihara dan meningkatkan keimanan serta ketaqwaan kepada Allah, sebagaimana kefakiran dekat dengan kekufuran.
- Meneruskan estafet kehidupan agar tiadak meninggalkan generasi yang lemah. Sebagaimana firman Allah QS An-Nisa 5:9, yang artinya:
- Menyelaraskan antara kehidupan dunia dan akhirat. Rasulullah saw bersabda, yang artinya:
- Bekal untuk mencari dan mengembangkan ilmu, karena menuntut ilmu tanpa biaya akan terasa sulit.
- Keharmonisan hidup bernegara dan bermasyarakat, seperti orang kaya yang memberikan pekerjaan kepada orang miskin.
- Menumbuhkan silaturahmi, karena adanya perbedaan dan keperluan. Firman Allah
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah yang mereka hawatir terhadap kesejahteraan mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah dan mengucapkan perkataan yang benar.”
“Tidaklah seseorang itu makan walaupun sedikit yang lebih baik daripada yang ia hasilkan dari hasil keringatnya. Sesungguhnya Nabi Allah, Daud, telah makan dari hasil keringatnya sendiri.”
“Supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya diantaramu". (QS Al-Hasyr:7)
G. Pembagian Harta.
Kepemilikan di dalam Islam dibagi menjadi empat macam tipe. yaitu:
- Kepemilikan mutlak (absolut).
- Kepemilikan individu (private property/milkiyyah fardhiyah)
- Kepemilikan umum (collective property/milkiyyah ‘amma)
- Fasilitas dan Sarana Umum
- Sumber daya alam yang tabiat pembentukannya menghalangi untuk dimiliki oleh individu secara perorangan.
- Barang tambang yang depositnya tidak terbatas.
- kepemilikan negara (state property/milkiyyah daulah)
- Harta ghanimah, anfal (harta yang diperoleh dari rampasan perang dengan orang kafir), fay’ (harta yang diperoleh dari musuh tanpa peperangan) dan khumus.
- Harta yang berasal dari kharaj (hak kaum muslim atas tanah yang diperoleh dari orang kafir, baik melalui peperangan atau tidak).
- Harta yang berasal dari jizyah (hak yang diberikan Allah kepada kaum muslim dari orang kafir sebagai tunduknya mereka kepada Islam).
- Harta yang berasal dari hibah (pajak)
- Harta yang berasal dari ushur (pajak penjualan yang diambil pemerintah dari pedagang yang melewati batas wilayahnya dengan pungutan yang diklasifikasikan berdasarkan agamanya).
- Harta yang tidak ada ahli warisnya atau kelebihan harta dari sisa waris (amwal al-fadla)
- Harta yang ditinggalkan oleh orang-orang murtad.
- Harta yang diperoleh secara tidak sah para penguasa, pegawai negara, harta yang didapat tidak sejalan dengan syara’
- Harta lain milik negara yang diperoleh dari badan usaha milik negara (di Indonesia disebut BUMN) semisal; padang pasir, gunung, pantai, laut dan tanah mati yang tidak ada pemiliknya, dan semua bangunan yang didirikan oleh negara dengan menggunakan harta baitul mal.
Yaitu Allah swt sebagai pencipta segala sesuatu yang ada di muka bumi ini.
Setiap individu berhak menikmati hak miliknya, menggunakan secara produktif, memindahkannya den melindungi dari kesia-siaan. Tetapi haknya dibatasi, yaitu tidak menggunakan diluar dari ketentuan syariat. Kepemilikan individu adalah izin syariat (Allah swt) kepada individu untuk memanfaatkan barang dan jasa.
Islam juga menuntunkan prioritas pemanfaatan harta milik individu, bahwa pertama-tama harta harus dimanfaatkan untuk perkara yang wajib seperti untuk member nafkah keluarga, membayar zakat, menunaikan haji, membayar utang dan lain-lain. Berikutnya dimanfaatkan untuk pembelanjaan yang disunahkan seperti sedekah, hadiah. Baru kemudian yang mubah.
Kepemilikan umum adalah kepemilikan secara kolektif atau hak milik social. Hak kepemilikan seperti ini biasanya diperlukan untuk kepemilikan social. Contoh wakaf, anugrah alam seperti, air, rumput, dan api.
Karena milik umum, maka setiap individu dapat memanfaatkannya, namun dilarang memilikinya. Setidak-tidaknya, benda-benda yang dapat dikelompokkan ke dalam kepemilikan umum ini, ada tiga jenis, yaitu:
Fasilitas atau sarana umum adalah apa saja yang dianggap sebagai kepentingan manusia secara umum.
“Manusia berserikat (bersama-sama memiliki) dalam tiga hal: air, padang rumput dan api” (HR. Abu Daud).
Jika kepemilikan jenis pertama, tabiat dan asal pembentukannya tidak menghalangi seseorang untuk memilikinya, maka jenis kedua ini, secara tabiat dan asal pembentukannya, menghalangi seseorang untuk memilikinya secara pribadi.
Termasuk dalam kategori ini adalah kereta api, instalasi air dan listrik, tiang-tiang penyangga listrik, saluran air dan pipapipanya, semuanya adalah milik umum sesuai dengan status jalan umum itu sendiri sebagai milik umum, sehingga ia tidak boleh dimiliki secara pribadi.
Mencakup kepemilikan semua jenis tambang, baik yang tampak di permukaan bumi seperti garam, batu mulia atau tambang yang berada dalam perut bumi seperti tambang emas, perak, besi, tembaga, minyak, timah dan sejenisnya.
Barang tambang semacam ini menjadi milik umum sehingga tidak boleh dimiliki oleh perorangan atau beberapa orang. Negaralah yang wajib menggalinya, memisahkannya dari benda-benda lain, menjual dan menyimpan hasilnya di baitul mal.
Kepemilikan Negara adalah harta yang ditetapkan Allah menjadi hak seluruh kaum muslimin/rakyat, dan pengelolaannya menjadi wewenang khalifah/negara, dimana khalifah/negara berhak memberikan atau mengkhususkannya kepada sebagian kaum muslim/rakyat sesuai dengan ijtihad/kebijakannya.
Berikut ada beberapa harta yang dapat dikategorikan ke dalam jenis kepemilikan negara menurut al-Syari’, dan khalifah/pemerintah berhak mengelolanya dengan pandangan ijtihadnya, yaitu:
Pengaturan Islam terhadap semua jenis kepemilikan seperti mana disebut di atas, bertujuan untuk memberikan perlindungan agar tidak terjadi dua persoalan mendasar, berikut:
- Penguasaan harta oleh seseorang secara berlebihan dan menjadikannya tak terbatas.
- Munculnya kemiskinan dan efek-efek nagatif lainnya, baik dalam ukuran individu maupun sosial.
Sumber bacaan:
Andiko, Toha. 2016. "Konsep Harta Dan Pengelolaannya Dalam Alquran." Al-Intaj 57-70.
Irwansyah. 2018. "Konsep Harta Dan Kepemilikannya Menurut Hukum Islam." Jurnal Dusturiah 129-147.
Muthmainnah. 2016. "Konsep Harta Dalam Pandangan Ekonomi Islam." Bilancia 135-155.
Nizar, Muhammad. 2016. "Sumberdana Dalam Pendidikan Islam (Kepemilikan Harta Dalam Perspektif Islam)." al-Murabbi 379-398.
Nizaruddin. 2019. "Konsep Kepemilikan Harta Perspektif Ekonomi Syari’Ah." Jurnal Hukum dan Ekonomi Syariah.
Palupi, Wening Purbatin. 2013. "Harta Dalam Islam (Peran Harta Dalam Pengembangan Aktivitas Bisnis Islami)." At-Tahdzib 154-171.
Sulistiawati, and Ahmad Fuad. 2017. "Konsep Kepemilikan Dalam Islam Studi Atas Pemikiran Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani." Jurnal Syariah 24-52.
Komentar
Posting Komentar